Pasangan Hidup
Setiap Manusia—siapapun dia, pasti mempunyai keinginan kuat untuk bisa menemukan dan meraih apa yang terbaik untuk Dirinya, termasuk dalam urusan Pasangan Hidupnya kelak. Untuk mencapai Tujuan tersebut, disyaratkan adanya sebuah Proses pencarian yang intens. Namun, proses tersebut dalam pelaksanaannya akan berbeda-beda bagi setiap orang, ada kalanya berbelit-belit hingga memerlukan waktu yang cukup lama, namun bisa juga proses itu dilalui dalam waktu singkat dengan kadar Kesulitan yang cukup rendah, seperti yang pernah diungkapkan oleh Mangkunegara IV dalam salah Satu Tembang Mocopat Asmarandana -nya,
Pratikele Wong Akrami / Dalam PernikahanDudu Brono Dudu Rupo / Bukan Harta atau Kecantikan yang DiutamakanNamung Ati Pawitane / Tetapi HatiKeno Pisan Luput Pisan / Benar (Pilih), Sekali. Salah (pilih), Sekali.Yen Gampang, Luwih Gampang / Kalau Mudah, Sangat MudahYen Angel Angel, Kelangkung / Kalau Susah, Sangat Susah
Apa yang terungkap dalam Tembang di atas, menyiratkan satu Pesan penting bahwa Pencarian Pasangan Hidup ini bukanlah tindakan main-main. Perlu Daya Upaya dan Keseriusan tingkat tinggi, karna apapun hasil dari Pencarian yang telah dilakukan, akan membawa konsekwensi besar untuk Masa Depan. Sekali Pilihan dijatuhkan, maka Efeknya akan dirasa seumur Hidup, Salah, Sengsara – Benar, Bahagia.
Bahagia dan Kebahagiaan Memang Penting, karna Menyadari betapa Pentingnya Kebahagiaan dalam Hidup inilah, maka setiap orang berlomba-lomba, saling sikut, sampai Mereka menemukan Pilihan Terbaiknya, sebuah pilihan akan Pasangan Hidup yang mereka anggap Sempurna. Karena menurut mereka, Kesempurnaan adalah Jaminan Par Excelence bagi Kebahagiaan Hidupnya Kelak. Sayang, Ketika Mencari Kesempurnaan inilah, kadangkala mereka tersesat jalan, Tersesat sangat jauh, jauh kedalam lorong-lorong Kegelapan, sampai-sampai jiwa mereka tak pernah mampu menyadari bahwa diri mereka tengah Tersesat, termasuk Saya. Sampai Suatu Ketika, dalam ketersesasatan yang terkutuk itu, Saya bertemu secara tidak sengaja dengan Semburat Cahaya dari Kotak Kaca yang bernama Televisi.
Ya, malam itu rasa-rasanya hati saya tergetar, tergetar mendengar kata-kata Amar Kepada Nirvana, “Apapun yang Kamu Cari, Carilah dalam Dirimu, Jangan Cari Diluar Dirimu” (Serial Kupinang Kau Dengan Bismillah, 2011). Memang, kata-kata Amar tersebut tak lebih dari sekedar ungkapan Sederhana, namun Kesederhanaan kata-kata itu nyatanya mampu membuat hati saya bergejolak, hingga otak saya kembali teringat dengan satu Adagium Pernikahan ala Pesantren yang pernah saya dengar beberapa Tahun Yang Lalu,
“Al Thayyibatu li al Thayyibah wa Al Shayyiatu li al Shayyi’ah..” / Yang Baik untuk Yang Baik, Yang Buruk untuk Yang Buruk.
Menurut Adagium di atas, setiap Laki-laki dan Perempuan diciptakan Berpasang-pasangan, dimana Laki-laki yang Baik khusus diciptakan untuk Perempuan yang Baik, sedangkan Laki-laki yang Buruk hanya tercipta untuk Perempuan yang Buruk pula. Maka, dalam kondisi Normal, tidak dimungkinkan adanya ketimpangan dimana Seorang Perempuan atau Laki-laki yang Baik mendapatkan Pasangan Hidup dari Kalangan Jam’iyyah Ahlu Shayyiah / Kumpulan Ahli Keburukan. Namun, Kedua Term tersebut jangan diartikan secara denotatif dengan berbekal referensi Fisik atau Rupa, karena istilah Baik dan Buruk, lebih identik dengan urusan Hati dan Kepribadian.
Dari Adagium dan Kata-kata Amar yang Saya Kutip di atas, Bisa diambil satu Pelajaran yang sangat Berharga. Bahwa, Ketika Engkau Mencari dan Menginginkan Kesempurnaan dalam diri Pasanganmu, maka Carilah dan Temukanlah Kesempurnaan itu dalam Dirimu terlebih Dahulu. Benahi Dirimu, Buat Dirimu Sesempurna mungkin seperti kesempurnaan yang engkau harapkan ada dan melekat pada diri pasangan hidupmu kelak. Ketika Kepribadian Paripurna, Kebaikan (Al Thayyibah) dan Kesempurnaan dirimu telah tercapai, maka titik akhir dari kisah Pencarian Panjangmu sudah hampir engkau Capai, dan hanya tinggal menunggu waktu sampai Engkau Bertemu dengan Pasangan Hidup Terbaikmu. Bukan malah Sebaliknya, ketika Engkau mencari, mengharap dan menuntut kesempurnaan dari Pasangan atau dari Orang lain yang tengah Engkau Kejar untuk engkau jadikan Pasangan, sebenarnya Engkau telah tersesat jauh, Engkau telah menghabiskan waktu dengan sia-sia karna mencari sesuatu di tempat yang tidak semestinya, sehingga apa yang Engkau cari tidak akan pernah engkau Temukan. Bahkan, pada akhir pencarian, Engkau hanya akan bertemu dengan bentuk Egoisme Diri yang Tak Pernah Engkau bayangkan Sebelumnya.
Barangkali, Kita Bisa Berkaca sejenak dari Kisah Pewayangan Klasik, Misalnya Dalam Lakon Ramayana. Dalam Kisah ini, Rama dan Shinta ditokohkan Sebagai lambang Kesempurnaan Sebuah Hubungan Antara Laki-Laki dan Perempuan. Layaknya Lingga dan Yoni, Mereka Berdua adalah Kolaborasi Manusia berbeda Jenis yang sangat ideal. Rama merupakan Satria Pilih Tanding yang memiliki Kepribadian seorang laki-laki Sempurna, Sedangkan Shinta adalah Sosok Perempuan Setia sebagai representasi segala Sifat Adiluhung dari kaum Perempuan. Hanya Shinta yang Pantas Mendampingi Rama, dan Hanya Rama yang Pantas Meminang Shinta. Kenapa ? karena sifat Al Thayyibah telah Melekat Pada Diri Masing-masing dari Mereka, Sehingga Ketika Sang Rahwana, Gambaran Sifat Ash Shayyiah, berusaha dengan Segala Daya Upaya untuk Merebut Shinta, Seluruh Unsur Kehidupanpun Bergolak Menentangnya, Sampai akhirnya Rahwana Terkubur dan terpenjara di Bawah Gunung Pesakitan, sampai Sekarang.
Kisah Ramayana di atas memberikan satu Pembelajaran, bahwa Ketika engkau ingin mendapatkan Sosok Perempuan seperti Shinta, Maka engkau Harus mampu Menjadi seorang Rama. Sebaliknya, Bagi seorang Perempuan, ketika Engkau Ingin Mendapatkan Sosok Pasangan Hidup layaknya Rama, Engkau harus mampu menjadi sosok Shinta dengan segala kesempurnaan Pribadi yang melekat padanya terlebih dahulu. Wallahu A’lam
0 Response to "Pasangan Hidup"
Post a Comment